Pagi ini saya merenung tentang apa yang menjadi tanda kedewasaan seseorang yang mengikut Yesus, khususnya dalam hubungan kita dengan doa dan kedekatan dengan Tuhan. Sering kali kita datang kepada Tuhan dengan penuh permintaan. Meminta bukanlah hal yang salah, sebab Yesus sendiri berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Matius 7:7). Itu adalah hak kita sebagai anak-anak Allah, karena Bapa di surga rindu untuk memberi yang terbaik. Namun, kedewasaan rohani tidak diukur dari seberapa sering kita meminta, melainkan dari seberapa besar kita mau memberi.
Memberi di sini bukan hanya soal materi, tetapi lebih dalam lagi: memberi hati kita, memberi waktu dalam doa, memberi ucapan syukur, mempersembahkan tubuh kita sebagai korban yang hidup (Roma 12:1), bahkan menyerahkan seluruh hidup kita untuk menjadi alat kemuliaan-Nya. Firman Tuhan berkata, “Setiap orang yang masih memerlukan susu tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindra yang terlatih, untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:13-14). Anak-anak hanya tahu meminta susu, tetapi orang yang dewasa rohani mulai belajar menanggung beban, melayani orang lain, dan memberi tanpa pamrih.
Yesus adalah teladan yang sempurna dalam hal ini. Ia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani, bahkan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45). Inilah puncak kedewasaan kasih: memberi, bukan menuntut. Rasul Paulus pun menegaskan, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kisah Para Rasul 20:35). Karena itu, ukuran kedewasaan rohani kita bukanlah pada seberapa banyak doa yang dikabulkan, melainkan pada seberapa dalam kita rela memberi diri, berkorban, dan taat kepada kehendak Allah. Meskipun daging kita berkata lain , kalo kita mau jujur banyak dari kita yang lebih senang diberi daripada memberi bukan ? ya itulah manusia daging kita , sangat berbeda dengan manusia rohani ketika merespon antara memberi dan diberi.
Mari kita jujur mengukur diri kita hari ini. Apakah kita masih seperti anak-anak rohani yang hanya datang dengan tangan yang terbuka untuk meminta? Ataukah kita sudah menjadi dewasa yang datang dengan hati penuh syukur untuk memberi? Tuhan sedang mencari umat yang matang dalam iman: yang tidak hanya menunggu berkat, tetapi menjadi saluran berkat; yang tidak hanya menuntut jawaban, tetapi membawa hidupnya sebagai jawaban; yang tidak hanya meminta pintu dibukakan, tetapi rela dipakai menjadi pintu bagi orang lain untuk mengenal kasih Kristus.
Renungkanlah: apakah hidup kita masih sebatas untuk menerima, atau sudah melangkah dalam kedewasaan untuk memberi? Sebab kedewasaan rohani selalu ditandai dengan sikap hati yang rela mempersembahkan hidup sepenuhnya, dan itulah ibadah yang sejati di hadapan Tuhan.
BHS





