Senin, 29 September 2025

Indikator Kedewasaan

                 Pagi ini saya merenung tentang apa yang menjadi tanda kedewasaan seseorang yang mengikut Yesus, khususnya dalam hubungan kita dengan doa dan kedekatan dengan Tuhan. Sering kali kita datang kepada Tuhan dengan penuh permintaan. Meminta bukanlah hal yang salah, sebab Yesus sendiri berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Matius 7:7). Itu adalah hak kita sebagai anak-anak Allah, karena Bapa di surga rindu untuk memberi yang terbaik. Namun, kedewasaan rohani tidak diukur dari seberapa sering kita meminta, melainkan dari seberapa besar kita mau memberi.


Memberi di sini bukan hanya soal materi, tetapi lebih dalam lagi: memberi hati kita, memberi waktu dalam doa, memberi ucapan syukur, mempersembahkan tubuh kita sebagai korban yang hidup (Roma 12:1), bahkan menyerahkan seluruh hidup kita untuk menjadi alat kemuliaan-Nya. Firman Tuhan berkata,  “Setiap orang yang masih memerlukan susu tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindra yang terlatih, untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:13-14). Anak-anak hanya tahu meminta susu, tetapi orang yang dewasa rohani mulai belajar menanggung beban, melayani orang lain, dan memberi tanpa pamrih.

Yesus adalah teladan yang sempurna dalam hal ini. Ia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani, bahkan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45). Inilah puncak kedewasaan kasih: memberi, bukan menuntut. Rasul Paulus pun menegaskan, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kisah Para Rasul 20:35).  Karena itu, ukuran kedewasaan rohani kita bukanlah pada seberapa banyak doa yang dikabulkan, melainkan pada seberapa dalam kita rela memberi diri, berkorban, dan taat kepada kehendak Allah. Meskipun daging kita berkata lain , kalo kita mau jujur banyak dari kita yang lebih senang diberi daripada memberi bukan ? ya itulah manusia daging kita , sangat berbeda dengan manusia rohani ketika merespon antara memberi dan diberi. 

Mari kita jujur mengukur diri kita hari ini. Apakah kita masih seperti anak-anak rohani yang hanya datang dengan tangan yang terbuka untuk meminta? Ataukah kita sudah menjadi dewasa yang datang dengan hati penuh syukur untuk memberi? Tuhan sedang mencari umat yang matang dalam iman: yang tidak hanya menunggu berkat, tetapi menjadi saluran berkat; yang tidak hanya menuntut jawaban, tetapi membawa hidupnya sebagai jawaban; yang tidak hanya meminta pintu dibukakan, tetapi rela dipakai menjadi pintu bagi orang lain untuk mengenal kasih Kristus.

Renungkanlah: apakah hidup kita masih sebatas untuk menerima, atau sudah melangkah dalam kedewasaan untuk memberi? Sebab kedewasaan rohani selalu ditandai dengan sikap hati yang rela mempersembahkan hidup sepenuhnya, dan itulah ibadah yang sejati di hadapan Tuhan.


BHS 

Spoken Word !

PENUH FIRMAN – PENUH ROH – BERKATA-KATA

                          Menjadi penuh dengan Firman dan penuh dengan Roh adalah hal yang sangat penting. Tetapi ada satu kebenaran yang tidak kalah penting: Firman dan Roh itu harus dikeluarkan lewat perkataan kita. Kita perlu memperkatakan Firman, berdoa dengan kata-kata, dan menyembah dengan suara — bahkan dalam bahasa roh.

2 Korintus 4:13 berkata:
"Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata."
Iman tidak diam. Iman selalu mencari jalan keluar melalui perkataan. Kalau seseorang mengaku penuh dengan Firman dan Roh, tapi ia tidak pernah memperkatakan Firman, tidak pernah bersuara dalam doa, dan tidak pernah menyembah dengan mulutnya, maka sesungguhnya kepenuhan itu masih pasif. Tanda nyata orang yang penuh Firman dan Roh adalah: ia BERKATA-KATA.

  1. Musa (Bilangan 20:8)
    Tuhan berfirman: “Ambillah tongkatmu… dan berkatalah kepada bukit batu di depan mata mereka, maka batu itu akan memberikan airnya.”
    Tuhan memerintahkan Musa untuk berbicara kepada batu. Tetapi Musa, karena emosinya, tidak berkata-kata melainkan memukul batu itu. Memang air keluar, tapi Musa gagal masuk Tanah Perjanjian.
    👉 Pesan pentingnya: mujizat tetap terjadi, tapi ketaatan dalam perkataan menentukan bagian kita dalam janji Tuhan. Musa kehilangan warisan karena tidak taat dengan perkataan.

  2. Zakharia (Lukas 1:20–22)
    Ketika malaikat menyampaikan janji Tuhan tentang kelahiran Yohanes Pembaptis, Zakharia tidak percaya. Karena ketidakpercayaan itu, malaikat berkata: “Engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai pada hari semuanya terjadi.”
    Mengapa Zakharia dibuat bisu? Karena Surga tahu, perkataan ketidakpercayaan bisa menghalangi rencana Allah. Maka Tuhan menutup mulut Zakharia supaya tidak ada kata-kata salah yang keluar dan menggagalkan janji.
    👉 Pesannya: mulut kita bisa mempercepat atau memperlambat rencana Tuhan dalam hidup kita.

  3. Yehezkiel di lembah tulang kering – Yehezkiel 37:4
    Tuhan berkata: “Bernubuatlah mengenai tulang-tulang ini dan katakanlah kepada mereka: Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN!”
    Yehezkiel taat, ia berkata-kata, dan tulang-tulang yang mati itu hidup kembali menjadi tentara yang besar.
    👉 Pesannya: kebangkitan, pemulihan, dan kehidupan rohani tidak terjadi hanya karena berpikir atau menyimpan Firman dalam hati, tetapi ketika Firman diperkatakan.

Perkataan Adalah Senjata

Mazmur 149:6 (TPT) berkata:
"Pujian yang tinggi dan kudus bagi Tuhan memenuhi mulut mereka, karena pujian yang mereka teriakkan adalah senjata perang mereka."

Perhatikan: bukan hanya dalam hati, tapi pujian yang mereka teriakkan — yang keluar dari mulut, terdengar oleh telinga — itulah senjata rohani yang menghancurkan musuh.

Itu sebabnya, dalam membangun manusia rohani kita, kita tidak cukup hanya “mbatin” atau menyimpan Firman dalam hati. Firman memang harus ada di hati, tetapi juga harus keluar lewat mulut kita. Kita perlu berkata-kata dengan suara kita, sampai telinga kita sendiri mendengar apa yang kita katakan.

Ketika kita memperkatakan Firman, doa, dan penyembahan dengan mulut, roh kita dikuatkan. Kita sedang mengikat janji Tuhan dalam perkataan iman, dan mengikat musuh dengan senjata rohani.


BHS 

Jumat, 26 September 2025

Honoring !

           Beberapa waktu ini saya merenung tentang warisan—bagaimana mendapatkannya dan bagaimana menerimanya dari generasi di atas. Yang saya maksud tentu adalah warisan rohani (spiritual inheritance). Dalam perenungan itu, Roh Kudus membawa saya melihat arti kata hormat

Amsal 20:20 berkata, “Siapa mengutuki ayah atau ibunya, pelitanya akan padam pada waktu gelap gulita.” Ini bicara tentang kehilangan masa depan atau warisan hidup. 

Ulangan 5:16 juga menegaskan bahwa hormat membawa berkat umur panjang di tanah pusaka—tanah warisan.

Dalam Kejadian 27 kita menemukan kisah Esau yang memandang rendah hak kesulungan, warisan dari orang tuanya. Ia anggap remeh, sehingga berkat itu tidak jatuh kepadanya melainkan kepada Yakub adiknya. Mengapa? Karena Yakub menghormati Ishak ayahnya dengan memberi apa yang disukainya. Hal itu dipandang baik oleh Tuhan dan Ishak, sehingga berkat atau warisan itu turun kepada Yakub dan keturunannya.



Matius 10:41“Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan mendapat upah nabi; dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan mendapat upah orang benar.”

ayat diatas jelas , ketika kita memberi hormat kepada nabi dan menyambutnya maka berkat nabi itu akan datang kepadamu. berkat rasul , penginjil , guru , gembala itu akan datang kepadamu ketika hormat dan sambutan itu ditempatkan ditempat yang tepat !  Jangan pandang rendah hormat, sebab dalam Kerajaan Surga ada hukum rohani—spiritual law—yang sudah menjadi budaya Kerajaan. Hormat dapat membuka pintu-pintu warisan besar dari generasi di atas kita. Sering kali hal ini dianggap sepele, padahal sebenarnya hormat adalah password untuk menerima warisan rohani.

Ada tiga hal penting tentang kepada siapa kita harus menaruh hormat:

  1. Kepada Tuhan sebagai Bapa. Maleakhi 1:6 mencatat bahwa Tuhan menegur Israel karena tidak menghormati Dia sebagai Bapa. Jadi, hormat dimulai dari bagaimana kita menempatkan Allah sebagai yang paling bernilai.

  2. Kepada orang tua jasmani. Efesus 6:2-3 menegaskan bahwa budaya honor dalam keluarga adalah fondasi warisan rohani.

  3. Kepada pemimpin rohani. Ibrani 13:17 mengingatkan kita untuk taat dan hormat kepada pemimpin rohani, karena honor membuka saluran berkat dari otoritas.

Banyak dari kita ingin menerima warisan rohani, tapi sering kali warisan itu tidak kunjung datang. Bahkan ada orang tua yang ingin memberikan berkat kepada anak-anaknya, tetapi karena anak-anak tidak memberi rasa hormat, transfer warisan itu tidak terjadi. Ingat, ini adalah hukum rohani—sebuah hukum kerajaan—jadi bukan tentang kita suka atau tidak suka.

Menghormati Bapa adalah kunci utama. Setelah itu, menghormati bapa dan ibu rohani maupun jasmani sebagai perwakilan Bapa di surga di muka bumi adalah hal penting untuk menerima setiap warisan rohani yang Tuhan sediakan. Taruhlah hormat pada tempatnya, maka engkau akan heran melihat percepatan karena turunnya warisan rohani dalam hidupmu.


BHS 


Kamis, 25 September 2025

Testimony !

                Di dalam Injil Lukas pasal 8, kita menemukan dua kisah yang diletakkan berdampingan. Kisah ini bukanlah sebuah kebetulan, tetapi sebuah tata letak ilahi yang penuh pesan profetik. Yang pertama adalah kisah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Selama itu ia telah menghabiskan seluruh hartanya untuk mencari tabib, berjuang sendiri untuk memperoleh kesembuhan, tetapi tidak ada yang mampu menolongnya. Ia hidup dalam rasa malu, tersisih, dan terbuang. Namun pada hari itu, ia memberanikan diri datang kepada Yesus. Dengan penuh iman, ia menjamah jubah-Nya, dan seketika itu juga mengalami mujizat kesembuhan. Kisah yang kedua adalah seorang kepala rumah ibadat bernama Yairus. Dengan hati yang hancur ia datang kepada Yesus karena anak perempuannya yang baru berusia dua belas tahun sedang sekarat, hampir mati. Yairus memohon agar Yesus datang ke rumahnya, dan benar, Yesus masuk ke rumah itu, memegang tangan sang anak, lalu berkata: “Hai anak, bangunlah!” Seketika itu juga anak itu hidup kembali.

               Alkitab mencatat sebuah detail penting yang tidak boleh diabaikan: dua belas tahun penderitaan perempuan pendarahan, dan dua belas tahun usia anak Yairus. Artinya, ketika anak Yairus lahir, pada saat yang sama perempuan itu mulai mengalami sakitnya. Dua peristiwa yang berbeda, tetapi berjalan dalam satu garis waktu, dan keduanya bertemu dalam satu titik yang sama: Yesus, Sang Pembawa Kehidupan. Pesan profetiknya sangat kuat—bahwa mujizat yang dialami perempuan pendarahan menjadi tanda iman bahwa mujizat yang sama juga tersedia bagi anak Yairus. 


Inilah rahasia dari sebuah kesaksian. Dalam bahasa aslinya, kata testimony berasal dari kata Ibrani “‘edut” yang berarti bukan sekadar cerita, melainkan sebuah deklarasi iman: “Do it again, Lord!” – Tuhan, lakukan lagi! Kesaksian adalah sebuah undangan rohani bagi Tuhan untuk mengulangi perbuatan ajaib-Nya dalam kehidupan orang lain. Itulah sebabnya ketika Yairus menyaksikan bagaimana perempuan itu mengalami kesembuhan, hatinya dikuatkan. Jika Tuhan mampu menyembuhkan perempuan itu, maka anaknya pun pasti dapat dipulihkan. Mujizat orang lain menjadi jaminan iman bagi mujizat kita sendiri.

Hari ini, pesan itu masih relevan. Ketika kita melihat keluarga, sahabat, atau jemaat lain menerima kesembuhan, berkat, dan terobosan, jangan biarkan hati kita dipenuhi iri hati. Sebaliknya, katakan dengan iman: Amin! Do it again, Lord, in my life! Karena setiap kesaksian adalah benih iman yang ditabur ke dalam hati kita. Firman Tuhan sendiri menyatakan,  “Kesaksian tentang Yesus adalah roh nubuat” (Wahyu 19:10). Artinya, setiap kali kesaksian disampaikan, roh nubuat sedang dilepaskan untuk menyatakan bahwa apa yang Tuhan lakukan di masa lalu, Dia sanggup lakukan kembali, bahkan di generasi berikutnya.

                   Lebih dari itu, setiap kesaksian menegakkan Kerajaan Allah. Setiap kali kita bersaksi, kita sedang memproklamasikan kuasa Injil dan memperluas wilayah pemerintahan Kristus di bumi. Orang lain dikuatkan, iman bertumbuh, dan hadirat Tuhan ditegakkan di tengah-tengah umat-Nya. Karena itu, ketika engkau melihat sebuah generasi mengalami kebangunan rohani, responilah dengan iman: Amin, Lord, do it again! Ketika engkau melihat sebuah pelayanan lain diberkati Tuhan, jangan iri, tetapi katakan: Amin, Lord, do it again in our ministry! Sebab kesaksian bukan hanya untuk dirayakan, tetapi untuk diperbanyak. Mujizat bukan hanya berhenti pada satu orang, melainkan Tuhan rindu melakukannya lagi dan lagi.

Jadi, jangan pernah berhenti bersaksi. Jangan simpan cerita kebaikan Tuhan hanya untuk dirimu sendiri. Jadilah saluran berkat dengan kesaksianmu, sebab setiap kali engkau bersaksi, sesungguhnya engkau sedang berkata kepada dunia: “Yesus masih hidup. Mujizat-Nya nyata. Dan Dia sanggup melakukannya lagi.”

BHS 


Rabu, 24 September 2025

Desperate heart

          Injil menulis ada seorang wanita pendarahan. sakit yang wanita ini alami sudah 12 tahun lamanya , terlalu lama wanita ini jatuh menderita sakit. dia mencoba berobat ke tabib , mencari jalan supaya sembuh tapi tidak ada pernah ada perubahan bahkan penyakitnya bertambah parah. 

Luk 8:43-46  : Adalah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan dan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun. Ia maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya, dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya. Lalu kata Yesus: "Siapa yang menjamah Aku?" Dan karena tidak ada yang mengakuinya, berkatalah Petrus: "Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau." Tetapi Yesus berkata: "Ada seorang yang menjamah Aku, sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku." 

         

Pewahyuann demi pewahyuan terus keluar ketika saya membaca ayat ini , ada hal-hal yang luar biasa terjadi dalam kehidupan wanita ini yang bisa juga terjadi dalam hidup kita. Alkitab mencatat banyak orang mengelilingi yesus , banyak orang pun bersentuhan dengan jubah yesus waktu itu , terus kenapa hanya 1 wanita ini yang mengalami jamahan ? mengalami kesembuhan ?  ditulisan ini minimal ada 1 hal yang berbicara di hati saya yang mau saya beri penekanan

wanita ini memiliki desperate heart -- hati yang memiliki kerinduan untuk berjumpa dengan Yesus. keadaannya yang tidak baik mendorong dia berjuang untuk menyentuh jubah yesus! ada banyak yang mengelilingi yesus , tapi hanya wanita ini yg sembuh . karena sebuah KERINDUAN yg dalam. dalam kita kita bergereja , berkomunitas banyak dari kita yang bersinggungan dengan jubah yesus , kita menyanyi lagu yang sama , mendengar kotbah yang sama. tapi kenapa hanya beberapa orang yang mengalmi perubahan ? karena hanya orang2 memiliki Deseperate Heart yang akan dipuaskan. 

Mat 5:6 Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. 

jadi sangat penting buat kita untuk memastikan kita memiliki Desperate Heart. hati yang penuh dengan kerinduan dan kehausan. itu yang membuat Tuhan menoleh dan melihat kepada wanita pendarahan ini. dan Yesus yang sama yg akan menyentuh dan membuat kita sembuh ! 


God Bless u 

Selasa, 23 September 2025

Forgive and Forgive !

                      Berita mengejutkan datang dari Amerika: Charlie Kirk, seorang pria yang berdiri teguh atas kebenaran, dihabisi nyawanya oleh pembunuh berdarah dingin. Kepergiannya bukan hanya menggoncang Amerika, tetapi juga dunia. Orang-orang turun ke jalan, stadion-stadion dipenuhi lautan manusia. Bukan dengan anarki, melainkan dengan penyembahan. Mereka menyebutnya “Demo Surgawi” – jalan-jalan penuh dengan pujian kepada Yesus. Bahkan Presiden Donald Trump bersama para pemimpin hadir dalam Charlie Kirk Memorial untuk berdoa dan menyembah Tuhan.

Namun momen paling dahsyat datang ketika Erika Kirk, istri almarhum, berdiri di hadapan ratusan ribu orang. Dengan hati yang terluka ia berkata:
👉 “That young man, I forgive him – anak muda itu, aku mengampuninya.”

Kata-kata itu meledak seperti bom kasih, mengguncang stadion dan dunia. Erika kehilangan suami, harus membesarkan dua anak kecil, tapi ia memilih mengampuni.

Matius 18:21–22 

“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ‘Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?’ Yesus berkata kepadanya: ‘Bukan! Aku berkata kepadamu: bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.’”

Dunia berkata: forgive and forget.
Tetapi Yesus berkata: forgive, and forgive, and forgive.

Tuhan tidak pernah meminta kita untuk melupakan. Bahkan di Alkitab, kisah Uria tetap tercatat dalam silsilah (Matius 1:6). Meskipun ia sudah mati, namanya tetap ditulis. Artinya, Tuhan tidak menghapus sejarah atau melupakan luka yang pernah terjadi. Namun Ia memanggil kita untuk mengampuni—dan lewat pengampunan, luka itu tidak lagi menyakitkan. Pengampunan bukan menghapus memori, tetapi memberi hati kita kesempatan disembuhkan. Bekas luka mungkin masih ada, tapi sakitnya hilang karena kasih Kristus menjadi obat yang memulihkan.

Choose to Forgive!
Hanya Erika yang tahu seberapa dalam lukanya. Tapi ketika ia memilih mengampuni, ia sedang berjalan dalam jalan Kristus. Demikian juga kita: mungkin tidak sebesar luka Erika, tetapi setiap hari kita berhadapan dengan kata-kata, sikap, atau perbuatan yang melukai.

Yesus mengajar: jangan berhenti di satu kali mengampuni , atau tujuh kali mengampuni , Teruskan —forgive, and forgive, and forgive. sampai luka itu sudah tidak sakit lagi, meskipun ada BEKAS luka , tapi tidak terasa sakit lagi. Bukan karena mudah, tetapi karena itulah jalan kasih yang membebaskan hati kita dari racun kebencian.Hari ini, pilihlah untuk mengampuni. Bukan sekali saja, tetapi berkali-kali. Sampai luka itu tidak lagi melukai.

🙏 Bless you all.