Rabu, 08 Oktober 2025

Tawanan Roh !

              Di masa mudanya, Musa memiliki hati yang tulus untuk menolong bangsanya. Ia melihat ketidakadilan, dan api belas kasihan itu menyala di dalam dirinya. Namun sayangnya, ia mencoba menegakkan panggilan itu dengan caranya sendiri—dengan kekuatan, kemampuan, dan logika manusia. Ia membunuh orang Mesir yang menindas orang Ibrani, berpikir bahwa tindakan itu akan membebaskan bangsanya. Tapi justru sebaliknya, perbuatannya membuat ia harus melarikan diri, kehilangan posisi, kuasa, dan nama besar. Kadang Tuhan harus membiarkan kita gagal, supaya kita sadar: panggilan Tuhan tidak bisa dijalankan dengan kekuatan manusia.

               Empat puluh tahun di padang Midian menjadi masa penghancuran dan pembentukan. Musa tidak lagi punya apa-apa—bahkan domba yang digembalakannya pun bukan miliknya sendiri. Tapi di tengah kesunyian itu, Tuhan menemuinya di semak duri yang menyala. “Tanggalkanlah kasutmu,” firman Tuhan (Keluaran 3:5). Di zaman itu, melepas kasut berarti melepaskan hak dan kendali. Seperti dalam kisah Rut, orang yang melepaskan kasut sedang menyerahkan hak miliknya kepada orang lain (Rut 4:7–8). Tuhan sedang meminta Musa untuk menyerahkan hak atas hidupnya—hak untuk menentukan jalan, waktu, dan caranya sendiri. Dan lebih dari itu, Tuhan memintanya masuk ke tanah yang kudus, artinya meninggalkan segala jejak dunia lama, karena perjalanan bersama Tuhan hanya bisa dimulai di atas dasar kekudusan.

       

   Di situlah proses rohani Musa dimulai: dari seorang yang berjalan dengan kekuatannya sendiri menjadi seorang tawanan Roh.  Paulus berkata, “Sekarang aku pergi ke Yerusalem sebagai tawanan Roh.” (Kisah Para Rasul 20:22). Seorang tawanan Roh adalah orang yang langkahnya tidak lagi ditentukan oleh ambisi, tetapi oleh dorongan kasih karunia. Ketika Musa melepas kasutnya, ia sebenarnya sedang menyerahkan seluruh hak atas hidupnya kepada Tuhan—itulah awal dari hidup yang ditawan oleh Roh. Sejak hari itu, setiap langkahnya bukan lagi langkah kekuatan manusia, tapi langkah yang dituntun oleh kuasa Roh Kudus. Dan sering kali, Tuhan juga membawa kita ke padang Midian kita sendiri—tempat di mana kita belajar berhenti berjuang dengan kekuatan sendiri, belajar melepas “kasut”, supaya kita pun bisa menjadi tawanan kasih karunia yang berjalan di bawah tuntunan-Nya.

         Mengerjakan hal rohani hanya bisa dikerjakan dengan cara yang rohani , menyelesaikan panggilan Tuhan hanya bisa dikerjakan melalui kasih karunia bukan dengan kekuatan dan cara kita sendiri. 


BHS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar