Jumat, 19 Desember 2025

Kesadaran Akan hadiratNya

           Salah satu tanda paling nyata dari hidup yang bertumbuh dalam kesadaran akan hadirat Tuhan adalah munculnya roh takut akan Allah secara spontan. Bukan roh takut yang melumpuhkan, bukan ketakutan akan masa depan atau manusia, melainkan rasa gentar yang kudus karena roh kita menangkap bahwa Allah benar-benar hadir. Ketika hadirat Tuhan disadari, hati menjadi lembut, pikiran dijaga, dan langkah mulai tertata. Kita tidak lagi hidup serampangan, sebab ada kesadaran bahwa setiap keputusan dibuat di hadapan wajah Tuhan. Inilah takut akan Tuhan yang sejati bukan hasil tekanan luar, tetapi buah dari keintiman dengan-Nya.

Alkitab menunjukkan bahwa setiap kali manusia menyadari hadirat Allah, respons yang muncul adalah ketundukan. Musa menutupi wajahnya ketika menyadari ia berdiri di tanah kudus (Kel. 3:5–6). Yesaya berseru, “Celakalah aku,” saat melihat kemuliaan Tuhan (Yes. 6:1,5). Yusuf menolak dosa bukan karena situasi, tetapi karena ia hidup dengan kesadaran bahwa Allah menyertai hidupnya (Kej. 39:9). Dalam ketiga kisah ini, takut akan Allah bukan diajarkan lebih dulu ia muncul sebagai respons alami terhadap hadirat Tuhan. Kekudusan Allah menghasilkan kegentaran yang menyehatkan roh manusia.

Takut akan Tuhan inilah yang menjadi salah satu fondasi kehidupan rohani. Orang yang hidup dalam kesadaran hadirat Tuhan tidak membutuhkan banyak larangan, karena hatinya sudah dijaga dari dalam. Firman berkata, takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat (Ams. 1:7), dan Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia (Mzm. 25:14). Di zaman yang penuh kompromi, Tuhan sedang membangkitkan generasi yang tidak digerakkan oleh ketakutan dunia, tetapi oleh roh takut akan Allahgenerasi yang hidup di hadapan-Nya, berjalan dalam kekudusan, dan memancarkan terang-Nya ke mana pun mereka diutus.



BHS

Kamis, 18 Desember 2025

Alarm Rohani

                  Pagi ini ketika membuka berita saya dikejutkan oleh  fenomena yang sedang terjadi di timur tengah: wilayah gurun di Arab Saudi mengalami hujan salju,  yang sangat panas tiba-tiba berubah menjadi dingin. musim dan pola alam bergeser, dan dunia seolah keluar dari keteraturan yang selama ini kita anggap stabil. Firman Tuhan tidak pernah meminta umat-Nya untuk panik, tetapi untuk peka dan berjaga. Yesus dengan tegas berkata, 

" Kamu tahu membedakan rupa langit, tetapi tanda-tanda zaman tidak kamu ketahui” (Matius 16:3). Ini menunjukkan bahwa kepekaan rohani jauh lebih penting daripada kecerdasan alami. Fenomena alam ini bukan sekadar berita viral atau anomali cuaca; ini adalah alarm rohani yang membangunkan kesadaran kita bahwa dunia sedang memasuki fase yang berbeda dan kita dipanggil untuk membaca waktu dengan terang firman.

Alarm rohani ini menjadi jelas ketika kita melihat pola Alkitab: Allah berulang kali memakai alam dan waktu untuk berbicara kepada manusia. Pergeseran musim, goncangan bumi, dan ketidakstabilan ciptaan bukan kejadian acak, melainkan isyarat ilahi. Roma 8 menyatakan bahwa seluruh ciptaan “mengeluh dan merasa sakit bersalin”, menantikan sesuatu yang akan dilahirkan. Dengan kata lain, kegoncangan yang kita saksikan bukan tanda kehancuran semata, tetapi tanda bahwa sesuatu sedang dipersiapkan untuk dilahirkan. Tuhan sedang mengingatkan umat-Nya bahwa apa yang selama ini dianggap aman ternyata rapuh, sementara kerajaan Allah yang sering diabaikan justru berdiri sebagai satu-satunya yang tidak tergoncangkan.

Di tengah berbagai goncangan yang kita lihat hari-hari ini, pagi ini Roh Kudus kembali mengingatkan saya akan satu kebenaran yang kuat: sebelum kesudahan zaman, akan terjadi pemulihan segala sesuatu (Kisah Para Rasul 3:21). Ini menolong kita melihat bahwa kegoncangan bukanlah tanda Tuhan menjauh, melainkan tanda bahwa Ia sedang bekerja. Apa yang terguncang bukan untuk dihancurkan, tetapi untuk dipulihkan.  Saat ini Tuhan sedang memulihkan ,perlahan namun pasti, hati manusia kembali kepada-Nya, keluarga kepada rancangan semula, dan gereja kepada panggilan yang sejati. Apa yang sempat rusak tidak dibiarkan runtuh begitu saja, tetapi dijamah, ditebus, dan dikembalikan oleh tangan Tuhan yang penuh kasih. Di balik semua yang terjadi, pemulihan itu sedang berlangsung.dan akan terus berlangsung sampai Dia datang kali yang kedua. apakah alarm rohanimu berbunyi ?




BHS

Rabu, 17 Desember 2025

kita ini Hamba Tuhan

                       Di bulan Desember seperti ini, kita sering mendengar kembali kisah Natal yang sama. Namun ada satu momen yang selalu menegur hati: saat Maria menerima kabar yang mengubah seluruh hidupnya. Ia masih muda, hidupnya sederhana, dan masa depannya belum jelas. Di tengah kebingungan dan risiko yang besar, Maria tidak banyak bicara, tidak berdebat, dan tidak menunda. Ia hanya berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan” (Luk. 1:38). Kalimat itu sederhana, tetapi di situlah Maria menempatkan hidupnya dengan benar , bukan di tangannya sendiri, melainkan di tangan Tuhan.

Dengan berkata “aku ini hamba Tuhan,” Maria sedang mendefinisikan ulang hidupnya. Sejak saat itu, hidupnya tidak lagi sepenuhnya miliknya sendiri. Setiap langkah, setiap perkataan, dan setiap keputusan membawa dampak bagi banyak orang. Hidupnya menjadi hidup yang dilihat, dibaca, dan dipakai Tuhan. Sama seperti kita dalam kehidupan sehari-hari, cara kita berbicara di rumah, bersikap di tempat kerja, merespons di pelayanan,semuanya mencerminkan siapa yang kita layani. Seorang hamba Tuhan hidup dengan kesadaran bahwa hidupnya dipersembahkan, bukan disimpan untuk diri sendiri.ketika maria mengatakan bahwa dia adalah hamba Tuhan, ada kesadaran bahwa hidupnya bukan miliknya lagi namun milik Tuhan dan sesama.

Inilah pelajaran yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun dari kita. Setiap kita adalah hamba Tuhan. Tidak ada hidup yang netral dan tidak ada hati yang tanpa tuan. Pertanyaannya bukan apakah kita hamba, tetapi hamba siapa kita hidup setiap hari. Jika Tuhan tidak memegang kendali, maka sesuatu yang lain pasti mengambil tempat entah keinginan diri, ambisi pribadi, dosa, uang, atau penilaian manusia. Karena itu, seperti Maria, kita perlu dengan sadar dan sengaja berkata kepada diri kita sendiri: “Aku ini hamba Tuhan.” Bukan sebagai kalimat rohani, tetapi sebagai keputusan hidup. Dari pengakuan inilah hidup kita didefinisikan ulang siapa yang kita taati, suara siapa yang kita dengarkan, dan arah mana yang kita pilih untuk kita jalani. 

ada sebuah lagu lama yang berkata " hidupku bukannya aku lagi tapi Yesus dalamku " artinya Yesuslah yang menjadi Tuan kita dan kita mengikuti apa yang Dia mau, bukan lagi keinginan daging dan keinginan kita sendiri. mari kita ingatkan diri kita, terutama untuk para pendeta , fulltimer atau pelayanan Tuhan , ingatkan diri kita bahwa kita adalah hamba Tuhan. dan bersikaplah seperti seorang hamba Tuhan bukan boss Besar :) . Blessing 



BHS

Selasa, 16 Desember 2025

Katakan kepada Cermin

                Daud menulis Mazmur 27 bukan saat hidupnya aman. Ia sedang berada dalam ancaman nyawa. Musuh menyerang, tentara mengepung, dan bahkan ia merasakan keterasingan yang begitu dalam sampai berkata, “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku…” Ini bukan bahasa simbolik ringan. Ini bahasa seseorang yang sedang dikejar, diisolasi, dan hidup dalam tekanan yang nyata. Namun yang mengejutkan, Mazmur ini tidak dibuka dengan keluhan, melainkan dengan deklarasi: “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku takut?” Daud memilih membuka mulutnya bukan untuk menuruti rasa takut, tetapi untuk menegaskan kebenaran.

" Dari Daud. TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? " Mazmur 27:1  

Mazmur 27:1 memperlihatkan sesuatu yang sangat penting: Daud sedang berbicara kepada dirinya sendiri. Ia tidak sedang meyakinkan musuhnya, bukan pula sedang menenangkan orang lain. Ia berbicara dengan suara untuk membangkitkan kepercayaan yang ada di dalam dirinya sendiri. Daud mengerti satu hal: jika ia memilih diam, maka rasa takutlah yang akan berbicara lebih keras. Karena itu ia mendahului ketakutan itu dengan firman. Ia mengingatkan jiwanya sendiri ,Tuhan adalah terang, Tuhan adalah keselamatan, Tuhan adalah benteng hidup. Ini bukan pengakuan kosong, ini adalah tindakan iman yang sadar, karena suara yang paling sering kita dengar dalam hidup bukan suara dari luar, melainkan suara dari dalam diri kita sendiri. Firman Tuhan berkata, “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Daud memahami prinsip ini jauh sebelum ayat itu dituliskan. Dengan berkata-kata, ia sedang menciptakan pendengaran bagi dirinya sendiri. Ia membuat jiwanya mendengar kembali siapa Tuhan itu dan siapa dirinya di hadapan Tuhan. Perkataannya bukan lahir dari keragu-raguan, tetapi dari kepastian iman. Ia tidak berkata, “Aku berharap Tuhan menolong,” melainkan, “Tuhan adalah…” Daud tidak sedang mencoba meyakinkan Tuhan; ia sedang membangunkan imannya sendiri.

Sering kali sebagai manusia, kita perlu bercermin , menatap bukan wajah luar, tetapi keadaan batin yang terdalam , lalu mulai berbicara. Bukan berbicara untuk mengasihani diri, bukan meratap atas keadaan, melainkan berbicara untuk membangunkan iman yang tertidur di dalam. Kita menyatakan firman bukan karena situasi sudah membaik, tetapi justru karena situasi belum berubah. Dengan berkata-kata, kita sedang menempatkan kebenaran di atas perasaan. Kita sedang menegaskan kepada diri sendiri bahwa hidup ini tidak digerakkan oleh ketakutan, tekanan, atau ancaman, tetapi oleh kehadiran dan janji Tuhan. Inilah momen ketika manusia roh mengambil alih kemudi kehidupan. Mungkin tampak konyol berbicara kepada diri sendiri. Namun Alkitab memperlihatkan bahwa tindakan ini adalah praktik rohani yang dalam. Daud berkali-kali menegur jiwanya sendiri, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Berharaplah kepada Allah!” Ia tidak menunggu jiwanya pulih dengan sendirinya; ia memerintah jiwanya untuk kembali berharap. jadi mulai katakan kepada apa yang didalam kita untuk lebih tunduk kepada perkataaan firman daripada apa yang sedang terjadi di sekeliling kita. 



BHS

Senin, 15 Desember 2025

Ingat 10:38 !

Yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa; Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.”  Kis 10:38

               Dalam ayat ini, frasa “Allah menyertai Dia” berasal dari bahasa Yunani ho Theos ēn met’ autou. Kata μετά  - meta dalam bentuk genetif berarti bersama dengan secara aktif, hadir untuk bekerja, bukan sekadar dekat secara pasif. Ini bukan gambaran Allah yang hanya “mengawasi dari jauh”, tetapi Allah yang turut hadir, turut bertindak, dan turut menyatakan kuasa-Nya. Penyertaan ini bersifat fungsional dan misioner , Allah menyertai Yesus supaya menyatakan kebenaran, menyembuhkan, dan menghancurkan pekerjaan Iblis. Penyertaan Allah selalu berkaitan dengan penugasan ilahi; di mana ada panggilan, di situ ada penyertaan yang aktif.

Pola penyertaan ini juga nyata dalam hidup tokoh-tokoh Alkitab yang diutus Tuhan. Musa dipanggil untuk menghadapi Firaun, tugas yang mustahil secara manusia. Namun Tuhan berfirman, “Aku akan menyertai engkau” (Kel. 3:12). Penyertaan itu bukan hanya janji emosional, tetapi kuasa nyata yang membelah Laut Teberau dan menjatuhkan kuasa Mesir. Yosua pun menerima mandat besar untuk menaklukkan Kanaan, dan Tuhan menegaskan, “Seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku menyertai engkau” (Yos. 1:5). Hasilnya, tembok Yerikho runtuh bukan oleh strategi militer, tetapi oleh penyertaan Allah yang bekerja melalui ketaatan.

Dalam sejarah yang lebih dekat dengan kita, penyertaan Allah terlihat jelas dalam kehidupan William Carey, yang dikenal sebagai Bapak Misi Modern. Ia diutus ke India pada abad ke-18 di tengah penolakan, kemiskinan, dan penyakit. Selama bertahun-tahun ia hampir tidak melihat buah pelayanan. Namun Carey bertahan karena satu keyakinan: Allah yang memanggilnya adalah Allah yang menyertainya. Penyertaan itu akhirnya menghasilkan terjemahan Alkitab ke berbagai bahasa lokal dan kebangunan rohani yang berdampak lintas generasi. Kisah-kisah ini menegaskan satu kebenaran yang sama: Allah tidak pernah menyertai tanpa tujuan, dan Ia tidak pernah mengutus tanpa hadir. Di mana ada misi, di situ penyertaan-Nya bekerja dengan kuasa.

10:38 , setiap kali melihat jam di angka itu kita selalu ingat Kisah Rasul 10:38,  bahwa kita disertai Tuhan dan kita diutus untuk melakukan pekerjaan yang Yesus lakukan. 



BHS

Minggu, 14 Desember 2025

Hati-Hati Kebenaran Palsu

             Matius 13:24–25 “Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata- Nya: ‘Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi.

              Yesus berkata bahwa Kerajaan Allah itu seperti sebuah ladang yang ditaburi benih baik. Ladang itu adalah hati manusia. Benih itu adalah Firman. Namun Yesus juga menyingkapkan satu kebenaran penting: musuh tidak menabur lalang saat orang berjaga, tetapi saat mereka tidur. Saat hati lengah. Saat hidup rohani berjalan otomatis. Saat Firman tidak lagi menjadi pusat perhatian. Di saat itulah musuh datang diam-diam. Ia tidak datang dengan dosa besar terlebih dahulu. Ia datang membawa benih-benih kecil pikiran yang kelihatannya wajar, perasaan yang terasa masuk akal, suara-suara yang terdengar seperti kebenaran. Ia menabur benih ketakutan, membuat hati mulai gemetar menghadapi masa depan. Ia menabur benih keraguan, sehingga janji Tuhan yang dulu kita yakini perlahan kehilangan kuasanya. Ia menabur benih kemarahan dan kepahitan, membuat luka kecil dibiarkan sampai mengeras dan berakar. Ia menabur benih kebohongan tentang identitas, membuat seseorang hidup dari rasa tertolak, gagal, dan tidak layak.

Semua benih ini masuk ke dalam hati namun tidak satu pun membawa kemerdekaan. Lalang selalu tumbuh tanpa memberi hidup. Ia menyerap energi, mengaburkan penglihatan rohani, dan perlahan mencuri damai sejahtera. Jika tidak disadari, seseorang bisa tetap rajin secara rohani, tetapi hatinya terikat oleh benih yang salah.

Namun kabar baiknya: Tuhan memberi kita Firman sebagai obat. Bukan suasana, bukan motivasi, bukan penghiburan sesaat. Firman adalah terang yang menyingkapkan kepalsuan dan mematahkan kuasanya. Saat Firman masuk, belenggu kehilangan haknya dan kemerdekaan dilepaskan.

Ketika ketakutan mulai berbicara, Firman datang dan berkata:n“Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban.”(2 Timotius 1:7)

Ketika keraguan mulai mengikis iman, Firman meneguhkan:“Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”(Roma 10:17)

Ketika kemarahan dan kepahitan menguasai hati, Firman memerintahkan pemulihan:“Segala kepahitan, kegeraman, dan kemarahan hendaklah dibuang dari antara kamu.” (Efesus 4:31)

Ketika luka batin dan rasa tertolak berakar, Firman menyentuh bagian terdalam:“Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.” (Mazmur 147:3) .   Dan masih banyak contoh2 yg lain. Firman tidak hanya menenangkan 

              Firman membebaskan. Firman tidak menutupi lalang Firman mencabutnya sampai ke akar. Di hadapan kebenaran, setiap belenggu kehilangan haknya. Karena itu, hidup rohani yang sehat bukanlah hidup tanpa tantangan, melainkan hidup yang terus berjaga dan sengaja memilih benih yang benar. Apa pun musimnya saat sibuk, saat lelah, bahkan saat terlihat baik-baik saja kita dipanggil untuk tetap sadar secara rohani. Menjaga hati. Menjaga pikiran. Menjaga ladang. Sebab apa yang ditanam pasti bertumbuh. Dan hanya Firman Tuhan yang akan bertumbuh menjadi buah kemerdekaan yang nyata dan kekal.

“Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”
(Yohanes 8:32)

Sekarang pertanyaannya: benih apa yang sudah tertanam di hatimu? Benih kepalsuan yang mengikat, atau benih kebenaran yang memerdekakan? Saat hati kita diselaraskan dengan kebenaran Firman, hidup tidak hanya menjadi lebih kuat hidup menjadi lebih berarti, lebih terang, dan sungguh-sungguh merdeka.


BHS

Jumat, 12 Desember 2025

Masa Sunyi

            Ada musim di mana Tuhan dengan sengaja membawa kita masuk ke dalam waktu sunyi sebuah musim tersembunyi, jauh dari sorotan, jauh dari tepuk tangan, tetapi sangat dekat dengan hati Tuhan. Di musim ini, Tuhan tidak sedang menghukum, Ia sedang mengundang. Mengundang kita untuk berhenti sejenak, duduk diam, dan belajar hidup berdua dengan-Nya.

Seperti Elia di tepi sungai Kerit (1 Raja-raja 17:2–6), Tuhan menyembunyikannya dari mata manusia, tetapi memeliharanya dengan tangan-Nya sendiri. Di tempat sunyi itu, Elia tidak berkhotbah, tidak melakukan mujizat besar, ia mendengar, menunggu, dan hidup dari setiap firman Tuhan. Begitu juga Daud di padang gurun, menggembalakan dua atau tiga ekor domba (1 Samuel 17:34–35). Tidak ada yang melihat kesetiaannya, tidak ada yang mencatat latihannya. Namun justru di kesunyian itulah Daud belajar bercerita dengan Tuhan, menghadapi ketakutan, mengalahkan singa dan beruang, serta membangun keberanian yang lahir dari hadirat Tuhan, bukan dari pengakuan manusia.

Masa sunyi adalah ruang perjumpaan. Di sanalah kita jujur, menangis, mengeluh, bertanya, dan belajar mendengar suara Tuhan tanpa gangguan. Di sanalah iman dipurnikan, motivasi diselaraskan, dan karakter dibentuk tanpa topeng. Jangan menyesali musim ini. Jangan merasa kalah hanya karena tidak terlihat. Masa sunyi bukan tanda tertinggal , itu tanda bahwa Tuhan sedang bekerja lebih dalam daripada yang bisa dilihat mata manusia. Ini adalah sekolah rahasia Tuhan, tempat Ia membangun fondasi yang tidak mudah runtuh.

Dan ya, setiap musim sunyi memiliki akhirnya. Ketika waktu-Nya genap, Tuhan sendiri yang berkata, “Bangkitlah, pergilah…” (1 Raja-raja 17:7). Namun masa tampil hanyalah kelanjutan alami dari ketaatan di tempat tersembunyi, bukan tujuan utama. Yang utama adalah relasi yang dibangun, hati yang diproses, dan hidup yang dibentuk di dalam hadirat-Nya.

Karena itu, hiduplah sepenuhnya di musim sunyimu. Jangan terburu-buru keluar. Jangan iri pada panggung orang lain. Apa yang Tuhan bangun dalam kesunyian akan menopangmu di hadapan banyak orang. Dan ketika tiba waktunya untuk bersinar, itu bukan karena engkau mengejar terang, tetapi karena terang itu sudah lebih dulu lahir di dalam hadirat Tuhan.



BHS