Kita belajar dari prinsip spoken word bahwa setiap perkataan yang keluar dari mulut kita membawa kuasa yang dapat mengubahkan. Begitulah cara kerja Kerajaan Allah: dari mulut keluar perkataan, dan dari perkataan itu mengalir kehidupan atau kematian. Firman Tuhan tidak pernah berdiri sendiri; ia mencari wadah untuk diucapkan, dan ketika keluar melalui mulut seseorang yang percaya, surga meneguhkannya dengan kuasa. Tetapi sebaliknya, ketika yang keluar dari mulut kita bukanlah iman, melainkan keraguan, ketakutan, atau ketidakpercayaan, maka perkataan itu pun dapat melahirkan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Hari ini saya merenungkan tentang seorang tokoh Alkitab yaitu kehidupan kehidupan Zakharia. Ketika malaikat Tuhan menyampaikan janji bahwa Elisabet, istrinya yang sudah lanjut usia, akan mengandung dan melahirkan Yohanes Pembaptis — sang pembuka jalan bagi Mesias — Zakharia menjawab dengan keraguan. Ia tidak mempercayai apa yang disampaikan surga. Dalam ketidakpercayaannya itu, ia berbicara dengan logika manusia dan mengabaikan kuasa firman ilahi. Karena itulah, malaikat harus membuatnya bisu untuk sementara waktu. Mulut Zakharia dikunci oleh surga, bukan sebagai bentuk hukuman semata, tetapi sebagai bentuk perlindungan. Tuhan menutup mulutnya supaya perkataan yang salah tidak keluar dan menggagalkan rencana Allah yang sedang dinyatakan. Ada waktu di mana surga lebih memilih kita diam daripada salah berbicara. Sebab perkataan yang salah dapat menciptakan atmosfir yang bertentangan dengan apa yang Tuhan sedang kerjakan. Zakharia dibuat bisu supaya firman Tuhan tetap murni berjalan tanpa terkontaminasi oleh ketidakpercayaan manusia. Dan ketika saatnya tiba, lidahnya dilepaskan kembali , bukan untuk membantah, tetapi untuk memuliakan Tuhan dan menegaskan penggenapan janji-Nya.
Dari kisah ini kita belajar bahwa berbicara bukan sekadar kemampuan mulut, tetapi tanggung jawab rohani. Tidak setiap hal perlu diucapkan, dan tidak setiap emosi layak dituangkan dalam kata-kata. Untuk berbicara, kita perlu hikmat; untuk diam pun, kita perlu ketaatan. Ada waktu di mana Tuhan mengizinkan kita “dibuat bisu” bukan karena Dia ingin membatasi kita, tetapi karena Ia sedang melindungi masa depan yang Ia sedang bentuk melalui hidup kita. Karena itu, berhati-hatilah dalam berbicara. Ukurlah setiap kata dengan hati yang tunduk kepada Tuhan. Lebih baik engkau diam dalam penantian, daripada berbicara dengan tergesa dan menghalangi apa yang sedang Tuhan kerjakan. Sebab perkataan yang keluar dari mulutmu adalah arah bagi langkahmu dan dari sanalah kehidupan atau kematian mengalir. blessing !
BHS

Tidak ada komentar:
Posting Komentar