Selasa, 16 Desember 2025

Katakan kepada Cermin

                Daud menulis Mazmur 27 bukan saat hidupnya aman. Ia sedang berada dalam ancaman nyawa. Musuh menyerang, tentara mengepung, dan bahkan ia merasakan keterasingan yang begitu dalam sampai berkata, “Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku…” Ini bukan bahasa simbolik ringan. Ini bahasa seseorang yang sedang dikejar, diisolasi, dan hidup dalam tekanan yang nyata. Namun yang mengejutkan, Mazmur ini tidak dibuka dengan keluhan, melainkan dengan deklarasi: “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku takut?” Daud memilih membuka mulutnya bukan untuk menuruti rasa takut, tetapi untuk menegaskan kebenaran.

" Dari Daud. TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? " Mazmur 27:1  

Mazmur 27:1 memperlihatkan sesuatu yang sangat penting: Daud sedang berbicara kepada dirinya sendiri. Ia tidak sedang meyakinkan musuhnya, bukan pula sedang menenangkan orang lain. Ia berbicara dengan suara untuk membangkitkan kepercayaan yang ada di dalam dirinya sendiri. Daud mengerti satu hal: jika ia memilih diam, maka rasa takutlah yang akan berbicara lebih keras. Karena itu ia mendahului ketakutan itu dengan firman. Ia mengingatkan jiwanya sendiri ,Tuhan adalah terang, Tuhan adalah keselamatan, Tuhan adalah benteng hidup. Ini bukan pengakuan kosong, ini adalah tindakan iman yang sadar, karena suara yang paling sering kita dengar dalam hidup bukan suara dari luar, melainkan suara dari dalam diri kita sendiri. Firman Tuhan berkata, “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Daud memahami prinsip ini jauh sebelum ayat itu dituliskan. Dengan berkata-kata, ia sedang menciptakan pendengaran bagi dirinya sendiri. Ia membuat jiwanya mendengar kembali siapa Tuhan itu dan siapa dirinya di hadapan Tuhan. Perkataannya bukan lahir dari keragu-raguan, tetapi dari kepastian iman. Ia tidak berkata, “Aku berharap Tuhan menolong,” melainkan, “Tuhan adalah…” Daud tidak sedang mencoba meyakinkan Tuhan; ia sedang membangunkan imannya sendiri.

Sering kali sebagai manusia, kita perlu bercermin , menatap bukan wajah luar, tetapi keadaan batin yang terdalam , lalu mulai berbicara. Bukan berbicara untuk mengasihani diri, bukan meratap atas keadaan, melainkan berbicara untuk membangunkan iman yang tertidur di dalam. Kita menyatakan firman bukan karena situasi sudah membaik, tetapi justru karena situasi belum berubah. Dengan berkata-kata, kita sedang menempatkan kebenaran di atas perasaan. Kita sedang menegaskan kepada diri sendiri bahwa hidup ini tidak digerakkan oleh ketakutan, tekanan, atau ancaman, tetapi oleh kehadiran dan janji Tuhan. Inilah momen ketika manusia roh mengambil alih kemudi kehidupan. Mungkin tampak konyol berbicara kepada diri sendiri. Namun Alkitab memperlihatkan bahwa tindakan ini adalah praktik rohani yang dalam. Daud berkali-kali menegur jiwanya sendiri, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Berharaplah kepada Allah!” Ia tidak menunggu jiwanya pulih dengan sendirinya; ia memerintah jiwanya untuk kembali berharap. jadi mulai katakan kepada apa yang didalam kita untuk lebih tunduk kepada perkataaan firman daripada apa yang sedang terjadi di sekeliling kita. 



BHS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar