Sukacita dalam kehidupan orang percaya bukanlah sesuatu yang perlu dipertanyakan—apakah mungkin atau tidak. Sukacita adalah perintah Tuhan. Alkitab dengan jelas berkata, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Filipi 4:4). Artinya, sukacita tidak bergantung pada perasaan, situasi, atau kondisi di luar diri kita, tetapi pada ketaatan kepada firman. Kita bersukacita bukan karena semuanya baik-baik saja, melainkan karena Yesus sudah menang bagi kita.
Sukacita kita berakar pada apa yang Yesus telah lakukan di kayu salib. Di dalam Kristus, kita sudah menang, meskipun secara lahiriah keadaan kita belum berubah. Dunia mungkin memberi banyak alasan untuk bersedih, tetapi iman selalu memberi alasan untuk bersukacita. Inilah sukacita yang tidak ditentukan oleh “cuaca hidup”, melainkan oleh kemenangan Kristus yang kekal. Karena itu, di luar Kristus tidak mungkin ada sukacita yang sejati. Orang boleh tertawa, menikmati keberhasilan, atau merasakan kesenangan sementara, tetapi sukacita yang sejati hanya ditemukan di dalam Kristus. Ketika kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, hidup kita sudah memiliki modal terbesar untuk bersukacita, apa pun keadaan yang sedang kita hadapi. Alkitab bahkan menyatakan bahwa sukacita adalah kekuatan rohani. “Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu” (Nehemia 8:10). Ketika sukacita hilang, yang pertama kali melemah adalah kekuatan kita. Itulah sebabnya musuh sering berusaha mencuri sukacita orang percaya, karena ketika sukacita dicuri, iman melemah, harapan merosot, dan doa kehilangan daya.Seorang rasul iman, Smith Wigglesworth, pernah ditanya oleh Leslie Sumrall tentang rahasia hidupnya yang penuh pengurapan—mengapa begitu banyak orang disembuhkan, bahkan orang mati dibangkitkan melalui pelayanannya. Jawaban Smith sangat sederhana, tetapi penuh kedalaman. Ia berkata bahwa setiap pagi ia melompat dari tempat tidurnya dan menari selama 10–12 menit, dengan tempo yang tinggi. Ia menari bukan untuk hiburan, tetapi untuk mengingatkan dirinya bahwa ia adalah anak Raja, dan bahwa ia memiliki Bapa di surga yang sangat mengasihinya.
Ketika kita menari, bersukacita, dan memuliakan Tuhan, kita sedang menyatakan bahwa kita tahu kepada siapa kita percaya dan siapa Tuhan yang kita sembah. Walaupun keadaan di luar belum berubah, kita memilih untuk bersukacita karena iman kita tertuju kepada Allah, bukan kepada masalah. Alkitab berkata, “Dia yang bersemayam di surga tertawa” (Mazmur 2:4). Sukacita kita di bumi beresonansi dengan sukacita Allah di surga. Sukacita adalah hal yang sangat spiritual. Ketika kita melepaskan sukacita melalui pujian, tarian, ucapan syukur, atau sikap hati sesuatu dari surga sedang dilepaskan. Jawaban-jawaban doa sedang dipersiapkan. Terobosan sedang dikerjakan. Kerajaan Allah sedang dinyatakan dalam kehidupan anak-anak-Nya. Karena itu, jangan pernah menganggap remeh sukacita. Sukacita bukan sekadar aksesori iman, melainkan senjata Kerajaan Allah yang ajaib. Maka hari ini, apa pun keadaanmu, firman Tuhan tetap sama: “Bersukacitalah! Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!” (Filipi 4:4)
BHS

Tidak ada komentar:
Posting Komentar