Rabu, 03 Desember 2025

Terlalu Terbiasa

              Salah satu bahaya terbesar dalam hidup orang percaya adalah terlalu terbiasa dengan hal-hal rohani. Terlalu terbiasa dengan hadirat Tuhan sampai akhirnya kita tidak lagi menyadari kemuliaan-Nya. Terlalu terbiasa dengan ibadah, doa, dan aktivitas pelayanan sampai kita lupa bahwa semua itu adalah perjumpaan dengan Pribadi yang hidup.


Orang-orang Nazaret adalah contoh paling jelas. Markus 6:1–6 mencatat bagaimana Yesus, yang sejak kecil mereka kenal sebagai “anak tukang kayu”, kembali ke kota-Nya. Mereka melihat Yesus hanya dari sisi jasmani—sebagai anak muda yang biasa memotong kayu, membantu ayah-Nya, dan tumbuh bersama mereka di jalan-jalan Nazaret. Karena mereka terlalu terbiasa, mereka gagal melihat siapa Dia sebenarnya: Anak Allah. Akibatnya? Firman berkata, Yesus tidak dapat membuat banyak mujizat di sana. Bukan karena kuasa-Nya kurang, tetapi karena penerimaan mereka kecil. Mereka kehilangan ekspektasi. Mereka kehilangan iman. Mereka kehilangan rasa hormat dan takjub. Padahal Allah sanggup melakukan jauh lebih banyak dari yang kita doakan atau pikirkan (Efesus 3:20). Tetapi orang Nazaret tidak mengalami itu karena mereka terlalu terbiasa dengan “Yesus yang mereka kenal”, bukan Yesus yang seutuhnya !

Contoh lainnya adalah Hofni dan Pinehas, imam-imam yang hidup dekat dengan tabut Tuhan 1 Samuel 2.  Mereka begitu terbiasa dengan benda paling kudus di Israel, sampai akhirnya tabut pun tidak lagi berarti apa-apa bagi mereka. Tidak ada hormat, tidak ada takut akan Tuhan, tidak ada kesadaran bahwa hadirat Allah ada di tengah-tengah mereka. Ketika hati menjadi terbiasa, maka hati menjadi tumpul. Yang kudus menjadi biasa. Yang ilahi terasa umum. Dan di titik itu, kita mulai kehilangan kapasitas untuk melihat kemuliaan Tuhan.

                   Jangan menjadi terlalu terbiasa dengan Tuhan sampai kita lupa bahwa Dia adalah Tuhan. Jangan sampai kita hanya melihat Yesus dari sisi  biasa saja , sebagai sosok yang kita dengar sejak kecil, yang kisah-Nya kita tahu di luar kepala sampai kita kehilangan kesadaran bahwa Pribadi yang sama itu adalah Allah yang Mahakuasa yang berjalan bersama kita hari demi hari. Setiap doa yang kita ucapkan, setiap ibadah yang kita jalani, setiap waktu teduh yang kita bangun, seharusnya menjadi momen untuk kembali melihat siapa Dia sebenarnya: Raja yang berkuasa, Bapa yang penuh kasih, Pribadi yang sanggup melakukan apa pun. Karena itu, bangunlah kembali rasa hormat, rasa lapar, dan rasa kagum itu. Saat hati kita kembali dipenuhi ekspektasi terhadap apa yang Tuhan bisa lakukan, kita akan mulai melihat Dia bekerja dengan cara-cara yang jauh lebih besar, lebih dalam, dan lebih luar biasa dari apa yang pernah kita bayangkan.


BHS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar