Jumat, 05 Desember 2025

Patah dan Remuk Hati

 Mazmur 51:19 (TB)

"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kau pandang hina, ya Allah."

Ayat ini lahir dari salah satu momen tergelap sekaligus terterang dalam hidup Daud. Mazmur 51 bukan mazmur kesedihan karena keadaan luar, melainkan mazmur pertobatan terdalam yang keluar dari hati seorang raja yang sadar bahwa ia telah jatuh begitu jauh. “Hati yang hancur dan patah” bukan kondisi psikologis akibat tekanan hidup, bukan karena kalah perang, bukan karena dikhianati orang, dan bukan karena ekonomi. Hancur dan patah yang dimaksud Daud adalah runtuhnya kesombongan, melelehnya ego, dan pecahnya kedegilan hati di hadapan Allah yang kudus.

Dan ketika Daud sampai pada titik kehancuran itu, kita melihat satu kenyataan yang sangat manusiawisesuatu yang juga sering terjadi dalam hidup kita. Secara alami, manusia lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada melihat kondisi hatinya sendiri. Kita sering berharap pasangan berubah, anak berubah, jemaat berubah, bahkan keadaan di sekitar kita berubah. Namun kita jarang berhenti sejenak untuk bertanya: apakah hati kita sudah berubah? Daud pun melalui proses ini. Ia sempat menutupi dosanya, membenarkan tindakannya, dan mempertahankan citra dirinya. Namun ketika terang Tuhan menyentuh hatinya, ia akhirnya melihat bahwa masalah terbesar bukanlah orang lain ,bukan Batsyeba, bukan Uria, bukan situasi yang terjadi , tetapi dirinya sendiri.

Hati yang hancur adalah ketika seseorang berhenti berkata, “Mereka yang salah,” dan mulai berkata, “Tuhan, akulah orang yang perlu Engkau ubah.” Hati yang patah adalah hati yang berhenti menuntut perubahan dari luar, dan mulai membuka dirinya untuk diubah dari dalam. Sebab pertobatan sejati bukan tentang melihat dosa orang lain dengan jelas, tetapi tentang melihat dosa diri sendiri dengan jujur. Dan inilah korban yang tidak pernah ditolak Tuhan: ketika seseorang datang bukan dengan prestasi rohani, bukan dengan pelayanan yang hebat, bukan dengan topeng kekudusan, melainkan dengan hati yang remuk, yang mengakui betapa besar kebutuhan akan anugerah Tuhan.

Perubahan sejati selalu dimulai dari sini , dari hati yang lembut , berhenti menyalahkan, berhenti membela diri dan mulai membiarkan Allah membentuknya kembali. Sebab ketika hati berubah, seluruh hidup berubah. Dan dari hati yang dipulihkan itulah Tuhan mulai memulihkan rumah, hubungan, pelayanan, dan generasi.



BHS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar